Rabu, 09 September 2015

SURAT TERBUKA ALUMNUS IPDN SEFFERSON SUMAMPOUW UNTUK AHOK TERKAIT PEMBUBARAN IPDN


Kabar Tompaso.tk. Gagasan pembubaran Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mendapat perlawanan keras dari para alumni.

Seorang Lurah di Kota Bitung, Sefferson Sumampouw melayangkan surat terbuka untuk ahok. Lulusan 2006 Angkatan XIV yang kini menjabat Lurah Wangurer Barat Kecamatan Madidir itu berharap, suratnya dibaca oleh Ahok.

"Mendengar dan melihat apa yang dilontarkan Ahok, saya sedih," tutur Sefferson saat berbincang dengan Tribun Manado Selasa (8/9/2015) kemarin.

Di surat terbukanya, dia mengaku sangat mengagumi Ahok. Makanya kepada Ahok di dalam suratnya itu, dia menceritakan perjuangannya masuk IPDN. Dia bersyukur karena bisa masuk IPDN meski dari keluarga tidak mampu.

Surat itu dia tulis sejak Sabtu malam sampai pukul 03.00 Wita dan dilanjutkan hingga Minggu malam. Kemudian dia kirim ke redaksi islamtoleran.com yang akhirnya menjadi viral.

"Saya rindu dengan sekolah saya dulu. Sebenarnya saya bangga dengan Ahok yang gencar melakukan reformasi birokrasi. Harapan saya, melalui surat yang saya kirim, akan mengubah birokrasi," tambahnya.

Dijelaskannya, apa yang dilakukan Ahok karena tidak mau penyakit birokrasi atau patologi birokrasi terjadi di IPDN sehingga dia marah.

Nah kalau mau dibubarkan bagaimana dengan nasib mereka yang berasal dari keluarga miskin dan susah yang punya mimpi mengubah birokrasi? Saya setuju dengan Ahokkalau mau kaya jangan jadi pegawai tapi jadilah pengusaha, pegawai melayani masyarakat. Apa jadinya dengan mereka yang bermimpi masuk IPDN untuk menjadi birokrat," ungkapnya.

Berikut isi surat yang menyayat hati:

Surat terbuka buat: Yth Bpk Basuki Tjahaya Purnama

Jujur saya adalah salah satu pengaggum bapak, mulai dari keputusan bapak menjadi politisi hingga pejabat untu memperjuangkan rakyat kecil, bahkan bapak rela mati untuk mereka, saya bangga ternyata Indonesia punya harapan yang besar untuk menjadi masa depan yang lebih baik;
Tapi, setelah mendengar pernyataan bapak kepada Presiden Jokowi tentang IPDN, hati kecil saya menangis, apakah bila ada tikus dalam rumah maka kita akan bakar rumahnya?

Saya Sefferson Sumampouw, lulusan STPDN/IPDN tahun 2006 angkatan XIV, saya masuk sekolah itu tahun 2002, tidak pernah terbayangkan sebelumnya bila saya menjadi salah seorang alumninya;

Saya berasal dari keluarga petani, ayah saya seorang tukang panjat kelapa di Desa, SD pun ngga lulus, karena dilahirkan dengan 8 kakak beradik, ibu saya pun demikian, profesi IRT yg dilahirkan juga 8 bersaudara yg hanya sempat mengenyam kelas 2 SMP

Rumah kami pernah digusur karena menumpang ditanah orang, kami pernah tinggal menumpang beberapa kali dirumah orang lain karena tidak punya rumah sama sekali, sampai suatu ketika ayah saya membeli sedikit tanah pekarangan dari hasil kerja kerasnya, rumah pertama kami ditanah milik sendiri adalah rumah yang berdindingkan anyaman bambu,bahkan bagian dalamnya ditempel koran atau kalender bekas agar tidak tembus pandang, beratapkan daun rumbia yg dianyam sampai - sampai pembungkus supermi jadi bermanfaat digunting untuk menambal lobang diatap, melihat bintang saat tidur tiap malam sudah biasa, kamarnya hanya satu dan kami 3 bersaudara bersama ayah dan ibu tidur seranjang, bahkan suatu ketika tempat tidur itu patah disuatu malam.

Penerangan listrik adalah sebuah mimpi disaat itu, bukan listrik yang belum masuk ke Desa tapi uang untuk pasang listrikpun kami tidak punya, tapi ini tidak menyurutkan niat saya untuk terus belajar dan belajar walau hanya dengan penerangan lampu minyak,

Lampu yang tiap malam harus ditambah minyaknya; selain belajar sebagai tugas utama, tugas yang tak kalah pentingnya adalah jualan kue buatan ibu dari sudut desa ke sudut lainnya tiap pagi sebelum sekolah dan sore hari, profesi yang saya lakoni sampai kelas 3 SMP, untuk sekolah SD pun harus jalan kaki kurang lebih 2 KM jauhnya, sekelas hanya 8 orang siswanya, SMP pun tak kalah banyaknya, 9 orang,

Bagi yang memiliki keuangan cukup lebih memilih sekolah diluar daripada bertahan sekolah di Desa, tapi apalah dayanya kami orang tak punya, kami bangga dengan guru-guru yang mengajar ke Desa kami walau harus menempuh jarak yang lumayan jauh; saat lulus SMP, saya bingung mau lanjut ke mana karena tidak adanya biaya, kalaupun saya berhenti waktu itu mungkin nasib saya sedikit beruntung karena punya ijazah SMP dibanding ayah saya yang ijazah SD pun tidak ada;

Tapi Tuhan berkehendak lain, saya melanjutkan pendidikan di SMU Kr Binsus Tomohon karena lulus tes beasiswa berprestasi, ditanggung biaya asrama dan pendidikannya secara penuh, puji Tuhan untuk buku-buku pelajaran saya tidak perlu beli karena ada saudara dekat yang lebih dulu masuk SMU-walau beda SMUnya, tapi dia mau mewariskan buku bukunya saat itu, pertolongan Tuhan selalu datang tepat waktunya;

Giliran setelah selesai SMU tidak tahu harus lanjut ke mana karena persoalan yang sama, biaya. Saya mendaftar disalah satu Universitas tapi tidak diterima karena kekurangan biaya, betapa sulitnya orang seperti saya bila ingin sekolah, adakah keadilan bagi orang seperti kami;

Manusia mengira ngira jalannya tapi Tuhanlah yang menentukan, saat saya dikamar dengan mata yang sembab salah satu saudara saya yang juga sudah alumni mengajak saya ikut tes STPDN,

Sekedar coba coba karena tidak punya alternatif lain tawaran tersebut saya ambil, dari seleksi administrasi, nilai rata2 Ujian akhir nasional dan berkas lainnya saya dinyatakan lolos berkas di Tingkat Kota Bitung dan lanjut ikut tes di BKD Propinsi, tes akademik adalah tes pertama, rasa was - was meliputi ketika pengumuman tiba, ternyata ada nama saya disana dan berhak ikut tes kesehatan disebuah RS,

Karena jarak yang jauh antara desa saya dan ibukota propinsi saya menumpang dirumah saudara saya yang pernah mewariskan buku bukunya yang akhirnya seangkatan dengan saya di STPDN, ayahnya yang saat ini telah meninggal yang menjemput saya dengan motornya karena kasihan dengan saya waktu itu.

Setelah dinyatakan lulus kesehatan, lanjut ke tes kesamaptaan jasmani, mempersiapkan itu hampir tiap pagi saya harus latihan fisik, tanpa disangka saya akhirnya lulus dan berhak ikut psikotest yang dilaksanakan dinas Psikologi TNI AD, inilah tes yang menentukan apakah saya lolos ditingkat propinsi dan ikut tes berikutnya diJatinangor Bandung atau tidak.

Harap harap cemas, tes demi tes telah diikuti dan tidak ada satupun oknum yang mendekati atau menawarkan dengan imbalan uang, kekuatan saya hanya Doa, karena saya percaya kalau memang ini kehendak Tuhan saya lolos, biarlah terjadi sesuai kehendakNya tapi kalaupun tidak saya tetap percaya rencanaNya baik adanya.

Sampai tibalah waktunya pengumuman itu tiba, dari sekian banyak yang mendaftar, terdapat nama saya diantara 5 orang yang lolos dari pendaftaran Kota Bitung. Oh Tuhan, apakah memang ini nama saya, anak petani yang berasal dari desa.

Perjuangan ternyata belum berakhir, kami harus mengikuti tes kembali diJatinangor. Hari saat akan berangkat melalui bandara Sam Ratulangi Manado, saya diantar kedua orang tua dan adik adik saya, inilah pertama kalinya saya naik pesawat, yang memang pada saat itu ditanggung pemkot Bitung.

Tibalah di ibukota Negara dengan selamat, dalam perjalanan menuju Jatinangor, saya terus terkaget kaget melihat gedung2 yang tinggi dan jalan tolnya yang belum pernah dilihat sebelumnya, seakan tak percaya inilah pertama kalinya saya pergi jauh dari orang tua.

Tiba diJatinangor rangkaian seleksi kemudian dilanjutkan, tes fisik kesamaptaan dan tes kesehatan kembali dilakukan, sampai akhirnya penentuan akhir(Pantukhir) dihadapan para pejabat esellon I Depdagri waktu itu, setelah itu kami tetap harus menunggu beberapa hari untuk pengumuman, dan sangat disayangkan teman saya 2 orang dari Bitung tidak lolos dan tersisa 3 orang dari 30-an praja STPDN asal Sulawesi Utara.

Ketika mengetahui saya adalah salah satu nama yang lolos, hampir - hampir tidak percaya bahwa saya akan berada selama 4 tahun di Ksatriaan STPDN(sebutan untuk kampus kami), singkat cerita disanalah kami digembleng dengan Pengajaran(akademik), Pelatihan(aplikasi dan praktek contoh pelatihan pidato, ke-PPAT-an, pengadaan barang dan jasa, tata kelola kearsipan, teknik bertani dan sebagainya), Pengasuhan (karakter,nilai2 kebangsaan, iman dan ketakwaan serta masih banyak lagi).

Kami diajar bahwa NKRI adalah harga mati, pancasila sebagai dasar negara tidak bisa ditawar lagi, Republik ini berdiri atas dasar Bhinneka Tunggal Ika, dari orang Aceh sampai orang Papua adalah teman sebarak dan sekelas saya, tanpa ada yang membeda bedakan Suku, agama, ras dan antar golongan.

Dari anak pejabat, PNS, pengusaha, buruh, nelayan ataupun petani seperti saya ada disana, dan kami menggunakan baju PDH Cokelat yang sama, cepatu hitam merek dan jenis yang sama serta asesoris lainnya yang sama agar tidak ada yang merasa lebih atau berbeda status sosialnya dari yang lain, saya bangga dengan itu pak;
Selama pendidikan, semua biaya ditanggung negara, dari makan, tempat tinggal(asrama) sampai tiap bulan menerima Gaji PNS setara golongan II.

Mimpikah saya anak desa, penjual kue keliling bisa kuliah sampai disini? Kalau bukan karena STPDN pak mungkin beda ceritanya, dan saya tahu bukan hanya saya saja anak orang kecil yang menimba ilmu disana.

Saya lulus STPDN tahun 2006, dikukuhkan oleh Presiden SBY waktu itu, orang tua diundang hadir, tapi lagi-lagi masalah biaya, hanya ibu saya yang sempat datang, namun tidak masalah, saya tetap bersyukur, Republik ini masih adil buat orang kecil seperti kami.

Sepulangnya ke daerah Pendaftaran, Kota Bitung saya dipercayakan bapak Walikota dan Wakil Walikota Bitung sebagai Lurah Wangurer Kec. Girian ditahun 2007 sd 2010, kasubag administrasi pd Bagian Pembangunan Setda Bitung tahun 2011, dan dipercayakan kembali Lurah Wangurer Barat, Kec. Madidir sejak 2012 sampai saat ini.
Sebagai Lurah di kelurahan yang mengoleksi 586 kk miskin(Data BPS/2011) dari 1588 KK, atau 37% dari jumlah penduduk saya bertekad menurunkan angka tersebut sampai ke angka dibawah 20%, berbagai program penanggulangan kemiskinan telah digulirkan,

Dari total 6086 jiwa, sudah terdapat 2784 jiwa yang dijamin kesehatannya melalui Jamkesmas dan jamkesda, saya bertekad tahun depan minimal 80% penduduk sudah ada jaminan kesehatannya, bahkan 100% ditahun 2017(2 tahun lebih cepat dari amanat UU ttg Jaminan Kesehatan Nasional baik penerima bantuan iuran maupun peserta mandiri);

Dari total kurang lebih 21 ha kawasan perkumuhan sesuai SK Walikota tentang penetapan kawasan kumuh, target saya tahun ini bisa tuntas 50% melalui program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas(PLPBK), program pemberdayaan masyarakat dengan bantuan 1 Milyar sebagai reward pemerintah pusat salah satunya karena terbaik pengelolaan PNPM-nya, yang akan kami lakukan melalui program ini adalah:

1.Akses air bersih melalui pembuatan bak penampung air dan pipanisasi (karena selama ini KK miskin harus mengeluarkan ongkos tambahan hampir 150 ribu/bulannya untuk beli air bersih)

2. Pembuatan taman ruang terbuka hijau sebagai ruang publik ramah anak yang dilengkapi dengan taman baca dan wifii internet
(Tidak ada satu rupiahpun yang saya tetapkan sebagai fee bagi kepentingan saya)

selain itu tahun ini melalui bantuan 586 karung untuk KK miskin masing2 dapat 15 Kg dan harga Rp.1.600/kg(sampai saat ini tidak pernah sekilo pun saya ambil beras itu untuk saya bawa pulang, itu bukan hak saya)

Kelurahan saya memang belum berbentuk SKPD tapi tidak ada satupun penduduk yang kami layani dikelurahan saya dikenakkan tarif tertentu, semuanya GRATIS;

Beberapa waktu lalu bahkan rumah saya yang ukuran 36 harus saya jual untuk membantu biaya pernikahan saya, sementara dikelurahan, saya merekomendasi puluhan rumah yang tidak layak untuk mendapat bantuan renovasi rumah tanpa saya pungut biaya; Harta saya bisa saya buktikan darimana asalnya, dan brapa pajak yg saya bayar;

Saya mungkin tidak sehebat pak Ahok, tapi saya yakin ada banyak orang yang tidak mampu seperti saya bisa memiliki kesempatan sekolah di IPDNdan memiliki mimpi sama dengan pak Ahok, mereformasi birokrasi melalui keteladanan, kalau pak Ahok dgn jalur politik tapi kami dengan birokrasi, mimpi yang sama dengan jalur berbeda;
Bhinneka Nara Eka Bhakti!!!
Sumber Tribun manado

Tidak ada komentar:

Posting Komentar